Minna tahu kan bahwa gempa bumi (atau jishin 地震 dalam bahasa Jepangnya) sudah biasa terjadi di Jepang? Kali ini kita akan mengulas tentang ‘budaya’ gempa bumi yang telah berlangsung di Jepang sejak dulu kala ini.

Jepang terletak di sekitar daerah yang lempeng-lempeng benua dan samudera bertemu dan 70% permukaan Negara Sakura ini terdiri dari pegunungan yang tidak sedikit diantaranya adalah gunung berapi. Pergerakan lempeng bumi dan aktivitas gunung berapi menyebabkan tanah pulau-pulau di Jepang bergetar. Tercatat bahwa setiap tahunnya, di seluruh Jepang terjadi gempa bumi setidaknya sebanyak rata-rata 1500 kali.

Untungnya gempa yang seringkali terjadi tidak berkekuatan besar yang dapat sangat mengganggu aktivitas warga. Namun jika gempa tersebut terjadi di dekat perairan laut, ada kemungkinan akan diikuti dengan bencana tidak menyenangkan lainnya, yaitu tsunami. Telah tercatat beberapa kerusakan yang parah akibat getaran bumi (dan tsunami) yang besar dan destruktif di beberapa tahun sebelumnya. Insiden-insiden besar tersebut memberi pengaruh yang tidak kecil pada warga Jepang.

Pikiran-pikiran warga Jepang lebih ‘terbuka’ setelah gempa dan tsunami besar yang terjadi, diantaranya adalah persiapan pembangunan yang mantap yang dapat meminimalisir kerusakan yang akan terjadi jika terjadi getaran, lebih menghargai waktu bersama keluarga dan teman, teknologi-teknologi yang dikembangkan untuk mengenali tanda-tanda Jepang, dan lain-lain.

Sebagai negara dengan frekuensi terjadinya gempa yang besar, Jepang sangatlah membantu dalam bidang penelitian sebab dan prediksi terjadinya gempa. Pengembangan teknologi berupa pembangunan pencakar langit (skyscraper) juga dilakukan di Jepang, termasuk di area yang rawan terkena gempa.

Setiap rumah diharapkan memiliki persiapan menghadapi bencana tersebut misalnya dengan memastikan adanya lampu senter, pemadam api, dan persediaan makanan dan minuman yang cukup, serta menghindari meletakkan benda berat di posisi yang memudahkannya jatuh ketika terjadi gempa atau di dekat jalan keluar.

Jepang menggunakan pengukuran “shindo” untuk mengukur besar gempa. Berbeda dengan skala ritcher yang mengukur besar gempa yang dikeluarkan bumi, shindo mengukur melalui besar gempa yang dirasakan saat gempa. Skala shindo dimulai dari 1 dan nilai terbesar berskala 7 shindo. Gempa dikatakan masih ringan ketika besarnya berkisar antara 4 shindo ke bawah. Barang-barang mulai berjatuhan ketika gempa yang terjadi sebesar 5 shindo. 6 shindo dan 7 shindo menandakan gempa yang besar.

Kecintaan terhadap Jepang jangan membuat kita tutup mata akan bencana-bencana yang pernah terjadi. Alangkah baiknnya jika kita selalu siap siaga dan bertindak cepat dalam mengatasi kejadian-kejadian tidak menyenangkan seperti ini.

Source: Wikipedia, Japan Guide, Countrystudies, NHK