Halo minna-san! Pada acara Ennichisai Blok M kemarin, tim jurnalis Nippon Club mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai salah satu guest, yaitu Fukushika Taro!





Fukushika Taro dibesarkan di Taiwan, kemudian pindah ke Kobe sebagai pekerja sosial. Selama bertugas, ia bertemu dengan seorang pasien kanker stadium akhir. Ia berpikir ‘apa’ yang bisa ia lakukan untuk membuat pasien tersebut senang, dan kemudian mengenal seni ‘kuas dan tinta’.

Meskipun beliau tidak pernah melakukan kaligrafi jepang sebelumnya, beliau tidak menyerah dan pasien tersebut sangat senang hingga meneteskan air mata. Disaat bersamaan, ia pun tergerak untuk mencintai seni shodo. Setelah itu, ia melakukan performance jalanan dimana beliau “menuliskan kata-kata yang terinspirasi dari anda”. Ia juga melakukan performance di acara penerbitan buku, pembukaan kafe, bahkan muncul di film.

Bermula dari performance jalanan tersebut, ia mulai dikenal di seluruh penjuru jepang. Sekarang ia melebarkan sayapnya di kancah internasional. Saat ini beliau menjadi representatif dari perusahaan shodo yang ia dirikan sendiri. Aktivitasnya berfokus pada event nasional maupun internasional berupa pameran tunggal, workshop shodo, mural paintings, serta kelas seminar shodo. Untuk laman resmi dari Fukushika Taro bisa dilihat dengan mengklik tautan ini dan Facebook Fanpage-nya bisa dikunjungi dengan mengklik tautan ini.

Bagi yang penasaran dengan bagaimana sosok Fukushika Taro, yuk simak wawancara kami.

Q: Apa satu huruf kanji yang paling mewakili sesorang “Fukushika Taro”?
A: 会 (au, bertemu), karena pada awal memulai membuat shodo itu disamping stasiun, banyak orang meminta karya dari saya. Kemudian saya diminta untuk tampil di radio dan televisi, karya saya juga diterbitkan di berbagai majalah. Akhirnya saya bisa disini itu karena ada pertemuan dengan orang lain, makanya 会 sangat mencerminkan saya.

Q: Sekarang banyak orang menggabungkan gaya tradisional dengan modern dalam karya mereka, mengapa anda tetap memilih jalan tradisional?
A: Saya sejak kecil suka menggambar manga, namun karena paksaan orang tua saya pun mempelajari shodo. Walau gurunya sangat galak dan saya sempat memikirkan untuk berhenti, setelah dewasa saya bertemu dengan seorang artis yang telah dekat dengan kematiannya, saya pun ingin memberikan sesuatu kepadanya. Yang saya pilih waktu itu adalah shodo. Alasan saya memilih shodo hanyalah sebuah kebetulan, namun saya tetap menyukai shodo.

Q: Tadi Anda kan telah mementaskan shodo di panggung, bagaimana Anda memilih tulisan apa yang akan ditulis?
A: Sebenarnya saya tidak memilih terlebih dahulu, saya berencana untuk menulis apapun yang terlintas dipikiran waktu di panggung. Kemudian yang terlintas di benak saya adalah 所懸命(issho-kenmei) yang memilih makna semangat dan serius. Walau artinya sangat simpel namun sangat positif. Saya merasa kata ini sangat cocok untuk ditunjukan kepada semuanya.

Q: Bagaimana cara mempromosikan Shodo kepada orang-orang Indonesia sekaligus membuat masyarakat Indonesia menyukai Shodo?
A: Banyak orang Indonesia terlihat menyukai tulisan kanji, mungkin karena mereka merasa tulisan kanji itu cool. Saya pernah melihat seorang tukang bangunan memakai baju dengan tulisan kanji, jadi sepertinya orang Indonesia lebih menyukai kanjinya. Mungkin dengan menggunakan konsep ini kita bisa mempromosikan kepada orang Indonesia.

Q: Apa makna shodo dalam kehidupan Anda sehari-hari?
A: Saya memiliki istri dan anak di rumah, setiap pagi saya mengatakan “selamat pagi” kepada mereka. Sehingga bagi saya shodo adalah salah satu cara untuk mengutarakan pesan kepada orang yang penting bagi kita. Saya merasa mengucapkan “terima kasih” dan menuliskan “terima kasih” itu sama sekali berbeda. Walau pada zaman sekarang telah banyak aplikasi untuk chatting, namun mengucapkan langsung ataupun menulis kepada orangnya langsung itu berbeda.

Q: Untuk orang yang belum mengenal kanji apakah mereka harus menghapal kanji dulu baru bisa belajar Shodo? Atau bisa belajar Shodo menggunakan alphabet atau romaji?
A: Untuk membuat Shodo bagi masyarakat Indonesia, mereka tidak harus mempelajari kanji terlebih dahulu karena setiap bahasa memiliki warnanya masing-masing. Shodo hanya menunjukkan itu saja, alphabet juga boleh, han-gul juga boleh. Walau ada orang yang ingin menjaga tradisi dari Shodo namun saya tidak peduli dengan itu karena saya masih termasuk artis yang baru sehingga saya ingin mencoba berbagai hal yang baru. Saya juga pernah menuliskan “terima kasih”.

Q: Bagaimana perasaan bisa datang ke Ennichisai?
A: Tolong panggil saya lagi. Ennichisai sangatlah menyenangkan. Di Jepang suasana matsuri telah mulai berkurang, Perasaan sewaktu kecil dibawa orang tua ke matsuri semakin dewasa perasaan itu mulai dilupakan. Namun saya bisa merasakan kembali perasaan itu setelah dewasa di Jakarta sungguh membuat saya bahagia. Tolong panggil saya lagi.

Sekian wawancara kami dengan Fukushika Taro. Terima kasih kepada panitia Ennichisai Blok M yang memberikan kesempatan untuk wawancara kali ini dan juga kepada Fukushika Taro yang telah meluangkan waktunya dan terima kasih juga untuk minna-san yang telah membaca artikel ini! Sampai jumpa di artikel interview selanjutnya!


Interview ini diliput oleh Radclyfe dan Ponyonyon