Halo minna, kembali lagi di rubrik review Nippon Club. Kali ini kami akan mengulas salah satu film anime lagi loh. Ya, film yang kali ini akan kami bahas berjudul Love, Chunibyo & Other Delusions the Movie: Take on Me. Penasaran? Yuk simak artikel di bawah ini.

Sebelumnya seri dari Love, Chunibyo & Other Delusions atau Chūnibyō  demo Koi ga Shitai ! adalah seri novel ringan Jepang yang ditulis oleh Torako, dengan ilustrasi yang dibuat oleh Nozomi Ōsaka.  Serial ini telah diadaptasi menjadi 2 musim TV anime serta beberapa episode spesial dan ONA oleh Kyoto Animation.

Awalnya bercerita tentang Yūta Togashi, anak laki-laki yang selama sekolah menengah pertama, menderita “chūnibyō” (disebut “sindrom kelas delapan”), percaya bahwa ia memiliki kekuatan gaib dan menyebut dirinya “Dark Flame Master”. Hal ini membuatnya menjauhkan diri dari teman sekelasnya. Menemukan masa lalunya yang memalukan, Yūta mencoba untuk memulai SMA di mana dia tidak mengenal siapa pun, bebas dari delusi lamanya. Namun ternyata salah seorang gadis delusional juga bernama Rikka Takanashi, mengetahui masa lalu Yūta dan menjadi tertarik dengannya.

Nah, kembali fokus ke fokus utama kita kali ini yakni film Love, Chunibyo & Other Delusions the Movie: Take on Me. Film ini menceritakan kelanjutan dari kisah cinta yang agak aneh antara Yūta dan Rikka di dua musim seri anime sebelumnya. Mereka yang telah terikat status berpacaran kini telah menjadi siswa kelas tiga, tetapi Rikka masih memiliki sindrom “chunibyo”nya. Suatu hari, kakak Rikka, yaitu Toka menyatakan bahwa dia akan pergi membawa Rikka ke Italia bersamanya, karena Toka pindah ke Italia untuk bekerja dan dia pikir mereka harus bergerak bersama sebagai sebuah keluarga. Yuta mengerti pendapat Toka, tetapi meskipun demikian pada tingkat ini dia dan Rikka akan dipisahkan. Yuta dan Rikka pun kabur seolah “kawin lari”, dan melakukan perjalanan di seluruh Jepang dalam drama pelarian mereka.

Di awal film ini dibawakan dengan beberapa komedi ringan dan cerita yang santai, walaupun plot di awalnya agak tidak penting terkait konflik utama cerita. Memasuki pertengahan mulai terasa konflik utama dari film ini. Walau konflik utamanya cukup berat tapi pembawaan cerita terasa ringan dengan alur yang segar dan aksi konyol dari karakternya.

Dari segi grafis dan visual juga nampaknya Kyoto Animation atau Kyo Ani mengedepankan pembawaan latar tempat yang ingin disampaikan ke penonton. Seperti tema di mana Yuta dan Rikka melarikan diri berkeliling Jepang, Kyo Ani menganimasikan beberapa spot-spot terbaik di Jepang dengan sangat baik. Desain karakter pun seperti biasa dibuat dengan baik dengan ciri khas dari Kyo Ani sendiri.

Pengisi suara atau seiyuu di film kali ini juga menjalankan tugasnya dengan baik dengan pembawaan dialog yang terasa sampai ke penonton, walaupun dari naskah dialognya sendiri sesekali terasa agak kurang pas atau kaku.

Untuk soundtrack dan musik sendiri dalam pengiringan tiap adegannya menurut kami agak kurang. Penggambaran adegan melalui BGM kurang mendukung dan cocok terhadap latar peristiwa yang terjadi. Namun hadirnya kembali ZAQ yang seperti biasa mengisi lagu tema anime ini memberikan nuansa khas yang ada pada seri anime ini. ZAQ membawakan lagu tema pembuka dan penutupnya yang masing-masing berjudul “Journey” dan “Kokoro no Namae”. Lagu dari serial TV musim-musim sebelumnya juga hadir membawa nostalgia bagi penikmat anime ini.

Secara keseluruhan film ini dieksekusi dengan baik dan cukup menghibur, khususnya bagi kalian yang penggemar seri Chūnibyō yang menantikan aksi lucu nan imut dari Rikka, Dekomori, Nibutani, dll.

Sampai artikel ini diterbitkan film ini tengah tayang di bioskop tanah air. Kalian dapat menyaksikan film ini di bioskop-bioskop terdekat di kota kalian. Untuk lebih lengkapnya kalian bisa cek di Facebook Feat Pictures. Dan tidak lupa terima kasih juga kepada Feat Pictures yang memberikan kami kesempatan untuk menyaksikan screening dari film ini dan juga untuk segenap pihak yang berkontribusi dalam pendistribusian film ini di Indonesia.

Artikel ini dibuat oleh NeoPollutan