Halo minna, pada kali ini kami Nippon Club berkesempatan untuk mengikuti konferensi pers Japanese Film Festival atau biasa yang disingkat JFF pada tanggal 5 November tahun 2019 di CGV Grand Indonesia. Tahun ini merupakan tahun ke empat JFF diselenggarakan di Indonesia, yakni di Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Surabaya, dan Bandung. Tamu yang diundang pada konferensi pers di JFF tahun 2019 ini merupakan seorang sutradara film Angel Sign dari Indonesia Kamila Andini, Duta Besar Jepang untuk Indonesia H.E. Masafumi Ishi, Zara JKT48, Director General Japan Foundation Tsukamoto Norihisa, dan Produser film Angel Sign asal Jepang Yusei Kato. Saat konferensi pers berlangsung, masing-masing dari mereka memberikan salam pembuka ketika acara berlangsung.

JFF tahun ini akan menayangkan 14 film, 13 diantaranya merupakan film Jepang dan 1 lainnya merupakan film asal Indonesia berjudul Humba Dreams. JFF tahun ini dibuka dengan film yang berjudul Angel Sign karya Hojo Tsukasa (City Hunter, Cat’s Eye). Film pembuka ini merupakan silent film diadaptasi dari silent manga yang tidak memakai teks terjemahan maupun seni suara.

Yusei Kato selaku produser mewakili Hojo Tsukasa(sutradara) dan Horie Nobuhiko (executive producer) film Angel Sign mengucapkan terima kasih kepada pihak Japan Foundation Indonesia yang telah mengundangnya dan pihak yang terkait dalam penyelenggaraan JFF 2019 ini. Ia juga berterima kasih kepada pihak JFF 2019 karena film Angel Sign sebagai film pembuka festival ini. Cerita dari film Angel Sign berasal dari seleksi hasil audisi silent manga dimana manga-manga tersebut tidak memiliki dialog. Hojo Tsukasa juga menambahkan komposisi karya originalnya sendiri untuk menyambung cerita yang ada didalam film angel sign ini, sehingga menjadi film panjang live action omnibus.

Scene dari film ini diambil di beberapa negara seperti, Thailand, Vietnam, Jepang, dan salah satunya Indonesia Kamila selaku sutradara, ia memegang film pendek yang berjudul back home. Pihak angel sign bermaksud bekerja sama dengan sutradara dari luar jepang karena audisi silent manga sendiri merupakan karya yang muncul dari beberapa negara lain, oleh karena itu mereka berharap film ini dapat melibatkan dan dinikmati oleh para orang di negara-negara lain dengan cara tidak memakai dialog.

Adapun sesi wawancara yang dimana para bintang tamu seperti cerita pengalaman Kamila Andini selama bekerja sama dengan pihak Angel Sign hingga Zara JKT48 menyukai film horor Jepang. Yuk lansung saja simak!

Q: Menurut Anda bagaimana terhadap adanya JFF hadir di Indonesia dan harapannya untuk kerja sama Indonesia dan jepang secara diplomatis terhadap industri film di Indonesia? Apakah akan ada kolaborasi dan bagaimana kebijakan dari pemerintah?

Ishi Masafumi (Duta besar Jepang untuk Indonesia): Saya pikir dari pada berpikir tentang hubungan diplomatik antara kedua negara yang penting menikmati filmnya. Saya berpikir orang Jepang dan orang Indonesia, pemikiran atau perasaannya sangat mirip. Mungkin orang Jepang dnanya, banyak datang dari daerah selatan khususnya dari Indonesia. Maka orang Indonesia dan orang Jepang nonton film yang sama, kita merasakan hal yang sama. Termasuk film, jadi hubungan antara kedua negara itu saya berharap kerja bersama dan maju bersama.

Q: Bagaimana proses akurasi untuk pemilihan film tahun ini, JFF 2019?

Tsukamoto Norihisa (Direktur Japan Foundation): sebenarnya JFF itu satuan bagian dari Japan Foundation, dan ada beberapa calon film yang lumayan baru di kirim dari kantor Tokyo. Lalu mengumpulkan suara atau pendapat dari staf japan foundation diluar negeri dan seleksinya di kantor pusat berdasarkan suara dari staf Japan Foundation yang lumayan muda. Mungkin seperti yang kalian tahu, film itu sangat hak ciptanya agak ketat. Film jepang hak cipta agak ketat, dan dalam proses komunikasi ada yang tidak bisa diputar di indonesia juga. Jadi, mungkin dalam proses ini kita memilih 13 film dari jepang kali ini.

Q: Bolehkah Anda bercerita, seperti apa kerja sama dengan sinema jepang selama proses produksi Angel Sign?

Kamila Andini (Sutradara Angel Sign – Back Home): Sangat menyenangkan sih sampai detik ini. Pertama, mereka memberikan saya kebebasan penuh untuk mengadaptasi manganya ke cara saya bercerita gitu. Memang sebetulnya banyak sekali yang harus saya ubah konteksnya dari manga tersebut, karena manganya sebenarnya berasal dari vietnam. Secara background story agak berbeda, jadi saya harus ubah untuk konteks Indonesia tapi mereka memberi kebebasan penuh. Jadi, bagi saya ini adalah kolaborasi yang sangat menyenangkan. Kedua, mister Tsukasa Hojo juga seorang story teller, walaupun dia berawal dari komikus tapi dia tahu sekali cerita. Jadi saat editing dan yang lainnya, saya sendiri juga punya perspektif, kita punya perspektif yang cukup sama, saya bisa mengerti maksud dia dan sebaliknya. Tapi, memang ada beberapa kendala yang paling susah, jelas komunikasi gitukan karena juga kita beda bahasa. Mungkin karena proyeknya silent manga semua pakai bahasa visual jadi kita juga bekerja sama heart to heart dan dengan bahasa tubuh. Berdiskusi dengan bahasa tubuh itu yang seru sih sebenarnya, saat mendevelop karakter dan lainnya cenderung tidak ada masalah karena mereka mengerti budaya asia seperti apa dan mirip. Langsung jelas saja, clear dari awal tidak ada masalah untuk development karakter.

Q: Seberapa dekat Anda dengan karya film Jepang?

Zara JKT48 (Duta JFF 2019): Aku termasuk orang yang suka nonton film Jepang, film horrornya karena seru, karena tak terduga aja, tapi aku jg pernah nonton beberapa film Jepang yang genrenya itu drama karena aku dulu bisa pertama kali main film bingung cari referensinya bagaimana. Ekspresi itu kan beraneka ragam, dan ada salah satu teman aku bahkan sutradara dari film yang sebelumnya ngasih referensi film Jepang dan disana aku belajar dari gimana cara mereka akting pakai hati itu bagaimana. Aku sudah sering nih nonton film Indonesia dan aku takut berbeda.

Q: Apakah ada film Jepang yang menginspirasi Anda hingga terjun ke dunia perfilman dan film horror apa paling disukai?

Zara JKT48 (Duta JFF 2019): Tentang seorang anak yang ibunya meninggal, aku belajar dari film itu disaat aku akan memainkan film keluarga cemara waktu itu. Anak tersebut ketika ibunya sudah meninggal, ia berdoa selama itu di gereja. Aku lupa judulnya apa, mungkin aku bisa kasi tahu ya di instagram atau di twitter, kalau film horror yang hantunya itu botak matanya nyala.

Q: Tahun sebelumnya Film Festival ini diselenggarakan di empat kota. Apa mungkin di tahun berikutnya Film Festival ini bisa tayang di lebih dari 5 kota?

Tsukamoto Norihisa (Direktur Japan Foundation): Sebenarnya ini sudah tahun ke empat, dan penyelenggara kota itu menambah pertahun namun semoga kita nambah lagi tahun jepang juga. Jadi, seperti tadi saya katakan karena ada antusiasme dari Surabaya itu sangat tinggi dan mungkin kita lihat jumlah pembelajar bahasa Jepang ataupun penggemar budaya Jepang di masing-masing kota, maka dari itu sesuai dengan situasinya.

QnA ditutup dengan salam penutup oleh mc, setelah itu para tamu pun keluar satu per satu dan kami diperbolehkan untuk mengambil foto mereka. Sekian Press Conference JFF 2019. Tidak lupa kami, untuk berterima kasih kepada pihak JFF karena Nippon Club telah diundang untuk menghadiri acara konferensi pers JFF kali ini. Nantikan artikel-artikel kami berikutnya ya!

Penulis: NvM
Penyunting: Yaya